Sub Judul : -
Penulis : Benny Rachmadi
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, Desember 2011
Halaman : 90
Format : paperback
Status : pinjam punya ponakan
Genre : Graphic Novel, Humor
ISBN : 9789799104045Periode Baca : 08/02/2014 - 08/02/2014
Review
Reviewnya singkat aja.
Ini pertama kalinya saya membaca kisah para tiga manula yang bertingkah gak seperti manula itu. Tiga manula dengan perjalanan mereka.
Waluyo dan Sanip diajak Liem untuk jalan-jalan ke Singapura. Kebetulan bisnis android Liem sedang sukses besar sehingga untuk merayakan hal tersebut, ia mentraktir dua sahabatnya itu untuk jalan-jalan ke Singapura. Dan.. di Singapura lah segala macam tingkah konyol mereka terjadi. Mulai membawa minyak angin yang super bau ke dalam kabin pesawat. Berusaha membawa tong sampah kemana pun mereka pergi agar gampang merokok. Hingga mempraktekkan gaya bicara Singlish khas warga Singapura.
Singapura, negara dengan tingkat disiplin yang tinggi mungkin membuat banyak warga Indonesia sulit beradaptasi mengingat rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia. Tidak boleh merokok sembarangan. Tidak boleh meludah sembarangan. Tidak boleh menyebrang jalan sembarangan.
Graphic novel ini menyelipkan sindiran tentang kegiatan warga Indonesia di Singapura. Singapura menjadi surga belanja hingga surga para pelarian koruptor Indonesia. Di salah satu halaman buku ini, menurut kata teman saya sih, terdapat gambar seorang ibu-ibu berjilbab modis yang sepintas lalu mirip gubernur wanita yang doyan belanja dan saat ini sedang terjerat kasus korupsi. Menurut si teman juga, tas belanjaan si ibu yang bejibun kalau disusun huruf-huruf di gambar tasnya membentuk nama daerah yang berkaitan dengan si ibu gubernur. Itu kata teman saya sih.
Antrian di Universal Studio juga menyelipkan sebuah ironi tentang keadaan yang sama namun berbeda maksud dan kondisinya di Indonesia. Bila di Singapura, antrian itu menggambarkan orang-orang yang ingin mendapatkan kesenangan dari bermain-main di wahana terkenal tersebut, maka di Indonesia antrian tersebut menggambarkan orang-orang yang mengantri mendapatkan Bantuan Langsung Tunai demi kelangsungan hidup.
Adegan favorit saya di buku ini justru pada covernya. Dimana si Waluyo meminta supir bus bertingkat untuk berhenti di patung Merlion yang disebutnya sebagai "patung singa muntah." Ingatan saya otomatis teringat pada adegan tersebut setiap melihat patung Merlion baik dalam bentuk patung atau gambarnya saja :))))
Bagi saya, buku ini adalah buku ringan yang berisi. Sedikit menyindir tanpa terlalu berlebihan kadarnya.
@Batam
08022014