Tampilkan postingan dengan label Humor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Humor. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Mei 2014

Nguping Jakarta by Blog Nguping Jakarta

Sub Judul : -
Penulis : ngupingjakarta.blogspot.com
Editor : Isman H. Suryaman, Primadona Angela
Penerbit : Penerbit B-First
Tahun Terbit : 2011
Tebal : 224 halaman

Format : paperback
ISBN : 978-602-8864-37-4
Periode Baca : 10/05/2014 - 29/05/2014

Blurb : “Ngapain lu nantangin gua? Mundur lu kalau berani!” “Pokoknya kalau lu naik dari Stasiun Depok, turunnya nanti di Stasiun Gelambir.”“X, nyokap lu masih yang kemaren, kan?”
“Eh! Tutup pintunya! Open the door!” Di balik segala keruwetan, Ibu Kota kita tak kalah penuh kelucuan. Nguping Jakarta menunjukkannya melalui kompilasi dialog absurd kiriman langsung para penduduk Jakarta yang selalu siaga membuka kuping lebar-lebar. Berisi berbagai dialog terbaik dari situs ngupingjakarta.blogspot.com dan ratusan lainnya yang belum pernah dipublikasikan, buku ini menampilkan potret Jakarta masa kini. Selamat tertawa.

Senin, 21 April 2014

Tiga Manula Jalan-Jalan Ke Pantura by Benny Rachmadi

Sub Judul : -
Penulis : Benny Rachmadi
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, November 2012
Halaman : 104
Format : paperback
Status : pinjam punya ponakan
Genre : Graphic Novel, Humor
ISBN : 9789799105073

Periode Baca : 08/02/2014 - 08/02/2014

Cerita para manula yang gokil dan konyol ini emang bikin kesengsem :)))

Kali ini para manula, Sanip, Waluyo, Liem , pergi ke desa Waluyo, Tingal karena Waluyo mendadak kangen pada kampung halamannya. Karena faktor usia yang sudah renta, Waluyo tak mampu mengingat letak kampungnya. Hanya namanya saja yang ia ingat. Maka pergi lah mereka bertiga dengan mengendarai mobil Liem mencari desa Tingal dengan menyusuri jalur Pantai Utara Jawa (Pantura). Dan dimulailah kisah mereka di sepanjang jalur terkenal itu.

Setiap teman atau kejadian yang lazim ditemui di Pantura mereka singgahi. Mulai dari SPBU yang memecahkan rekor MURI hingga mampir di Lawang Sewu yang kabarnya angker itu. Di tempat-tempat itulah keisengan mereka dimulai. Waluyo yang heboh minum air sebanyak-banyaknya agar bisa menggunakan sekaligus menghitung jumlah toilet di SPBU yang memecahkan rekor itu. Atau tingkah Sanip dan Waluyo yang heboh berfoto-foto di patung-patung polisi yang banyak bertebaran di pelosok pulau Jawa.

Potret masyarakat dan tingkah polah oknum petugas pun masuk dalam kisah perjalanan para manula ini. Ada tentang jalur Pantura yang tak pernah kunjung selesai perbaikannya yang ujung-ujungnya menjadi tempat masyarakat meminta uang sumbangan untuk (katanya) perbaikan jalan. Munculnya pasar kaget sehingga membuat macet yang selalu menjadi langganan pengguna jalur Pantura. Atau oknum petugas yang meminta uang "preman" di setiap posko timbang yang harus dilewati truk-truk bermuatan super berat di jalur Pantura. Uang tutup mulut ini diartikan sebagai tindakan tahu sama tahu jika beban sebuah truk melebihi kapasitas yang ditentukan. Hal seperti ini juga biasa kok dijumpai di Jalur Lintas Sumatera.

Ada juga tentang masyarakat yang menipu jumlah lauk yang diambilnya saat berada di warung nasi Jamblang. Mengambil sepuluh macam jebis lauk tapi mengatakan pada sang penjual hanya mengambil dua atau tiga jenis saja. Suatu indikasi mahalnya kejujuran di negeri kita.

Bagi saya, cerita para tiga manula ini adalah potret keseharian masyarakat Indonesia, tak hanya di jalur pantura tapi juga hampir di seluruh Indonesia. Tak perlu kita mencemooh, memaki atau menghujat hal-hal negatif tersebut. Toh yang seperti itu juga tidak menyelesaikan masalah. Yang perlu kita lakukan adalah tidak berbuat seperti apa yang mereka lakukan. Berperilaku jujur atau menaati peraturan misalnya.

Cerita para manula ini memang keren. Dikemas ringan namun sarat informasi unik yang berguna. Saya jadi penasaran pada kisah para manula ini di Selatan Jawa.








@ Batam
08022014

Senin, 24 Maret 2014

Tiga Manula Jalan-Jalan Ke Singapura by Benny Rachmadi

Sub Judul : -
Penulis : Benny Rachmadi
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, Desember 2011
Halaman : 90
Format : paperback
Status : pinjam punya ponakan
Genre : Graphic Novel, Humor
ISBN : 9789799104045

Periode Baca : 08/02/2014 - 08/02/2014

Review

Reviewnya singkat aja.

Ini pertama kalinya saya membaca kisah para tiga manula yang bertingkah gak seperti manula itu. Tiga manula dengan perjalanan mereka.

Waluyo dan Sanip diajak Liem untuk jalan-jalan ke Singapura. Kebetulan bisnis android Liem sedang sukses besar sehingga untuk merayakan hal tersebut, ia mentraktir dua sahabatnya itu untuk jalan-jalan ke Singapura. Dan.. di Singapura lah segala macam tingkah konyol mereka terjadi. Mulai membawa minyak angin yang super bau ke dalam kabin pesawat. Berusaha membawa tong sampah kemana pun mereka pergi agar gampang merokok. Hingga mempraktekkan gaya bicara Singlish khas warga Singapura.

Singapura, negara dengan tingkat disiplin yang tinggi mungkin membuat banyak warga Indonesia sulit beradaptasi mengingat rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat Indonesia. Tidak boleh merokok sembarangan. Tidak boleh meludah sembarangan. Tidak boleh menyebrang jalan sembarangan.

Graphic novel ini menyelipkan sindiran tentang kegiatan warga Indonesia di Singapura. Singapura menjadi surga belanja hingga surga para pelarian koruptor Indonesia. Di salah satu halaman buku ini, menurut kata teman saya sih,  terdapat gambar seorang ibu-ibu berjilbab modis yang sepintas lalu mirip gubernur wanita yang doyan belanja dan saat ini sedang terjerat kasus korupsi. Menurut si teman juga, tas belanjaan si ibu yang bejibun kalau disusun huruf-huruf di gambar tasnya membentuk nama daerah yang berkaitan dengan si ibu gubernur. Itu kata teman saya sih.

Antrian di Universal Studio juga menyelipkan sebuah ironi tentang keadaan yang sama namun berbeda maksud dan kondisinya di Indonesia. Bila di Singapura, antrian itu menggambarkan orang-orang yang ingin mendapatkan kesenangan dari bermain-main di wahana terkenal tersebut, maka di Indonesia antrian tersebut menggambarkan orang-orang yang mengantri mendapatkan Bantuan Langsung Tunai demi kelangsungan hidup.

Adegan favorit saya di buku ini justru pada covernya. Dimana si Waluyo meminta supir bus bertingkat untuk berhenti di patung Merlion yang disebutnya sebagai "patung singa muntah." Ingatan saya otomatis teringat pada adegan tersebut setiap melihat patung Merlion baik dalam bentuk patung atau gambarnya saja :))))


Bagi saya, buku ini adalah buku ringan yang berisi. Sedikit menyindir tanpa terlalu berlebihan kadarnya.






@Batam
08022014

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...