SINOPSIS
‘Where are you going to go?’ tanyanya sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja saya.
‘Going home.’ Saya menjawab singkat sambil mengamati landasan pacu yang tampak jelas dari balik dinding-dinding kaca restoran ini.
‘Going home?’ Ia berkerut. ‘You do not look like someone who will be going home.’
Kalimat inilah yang membuat saya mengalihkan perhatian dari bulir-bulir hujan yang menggurat kaca. ‘Sorry. What do you mean?’ … (Satu Malam di O’Hare)
***
Kadang,
kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu sendiri.
Menemukan teman, sahabat, saudara. Mungkin juga cinta. Mereka-mereka
yang memberikan ‘rumah’ itu untuk kita, apa pun bentuknya.
Tapi yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri: sebuah rumah yang sesungguhnya. Yang membuat kita tak akan merasa asing meski berada di tempat asing sekalipun…
Tapi yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri: sebuah rumah yang sesungguhnya. Yang membuat kita tak akan merasa asing meski berada di tempat asing sekalipun…
... because travelers never think that they are foreigners.
*****
*****
“…
Windy membuat buku ini istimewa karena kepekaannya dalam mengamati dan
berinteraksi. Ia juga seorang penutur yang baik, yang mengantarkan
pembacanya dalam aliran yang jernih dan lancar. Dan bagi saya, itulah
yang melengkapkan sebuah buku bertemakan perjalanan. Pengamatan
internal, dan tak melulu eksternal.”
—Dewi "Dee" Lestari, penulis
“Semua orang bisa pergi ke Vietnam, Paris, bahkan Pluto. Tapi, hanya beberapa saja yang memilih pulang membawa buah tangan yang mampu menghangatkan hati.
Windy berhasil menyulap perjalanan yang paling sederhana sekalipun jadi terasa mewah. Bahkan, celotehannya dalam kesendirian terdengar ramai. Ramai yang membuat nyaman.”
—Valiant Budi @vabyo, penulis
—Dewi "Dee" Lestari, penulis
“Semua orang bisa pergi ke Vietnam, Paris, bahkan Pluto. Tapi, hanya beberapa saja yang memilih pulang membawa buah tangan yang mampu menghangatkan hati.
Windy berhasil menyulap perjalanan yang paling sederhana sekalipun jadi terasa mewah. Bahkan, celotehannya dalam kesendirian terdengar ramai. Ramai yang membuat nyaman.”
—Valiant Budi @vabyo, penulis
REVIEW
Sudah
sejak awal tahun ini saya memiliki buku ini, namun saya baru membuka
sampul dan mulai membaca lembar demi lembarnya ketika mendekati akhir
tahun ini. Bukan karena terdesak oleh buku-buku lain yang "memanggil"
saya untuk membacanya. Namun karena saya rasa saya butuh momen yang
tepat untuk membacanya. Mengapa harus butuh waktu yang tepat? Karena
banyak yang bilang buku ini bagus dan rating tinggi bertebaran untuk
buku ini bila di lihat ratingnya di Goodreads. Dan momen itu datang di
jelang pertengahan tahun ini.
Saya
membuka halaman pertama buku ini di dalam kabin Boeing 737-400 yang
sedang mengudara di atas langit Ternate dalam perjalanan saya menuju ke
Medan transit Jakarta. Jarak tempuh tanpa transit dari Ternate ke
Jakarta memakan waktu 3 jam 20 menit. Apa yang saya bisa saya lakukan
untuk menghilangkan rasa jenuh dalam waktu yang panjang tersebut.
Jalan-jalan? Lorong pesawat terlalu kecil untuk dijelajahi. Tidur?
Adrenalin sedang terpompa deras dalam diri saya mengingat akhirnya saya
mendapatkan kesempatan untuk pulang ke Medan. Satu-satunya cara untuk
membunuh kebosanan itu adalah membaca.
Sebagaimana sebuah perjalanan, buku ini pun dibuka dengan tajuk "Berkemas". Ternyata proses yang sederhana itu pun dapat menjadi rumit karena ada beberapa pilihan yang harus diambil. Apakah barang tersebut harus dibawa, ditinggalkan begitu saja atau mungkin sudah saatnya untuk dibuang. "Sayangnya, memilih mana yang penting dan kurang penting, tak pernah benar-benar mudah untuk sebagian besar kita." (p. 11)
Selesai berkemas, saatnya berpetualang. Destinasi pertama : Ha Noi, Vietnam. Kota yang dijuluki sebagai "The City of Peace". Ada pertunjukan Water Puppet yang wajib disaksikan. Menariknya meskipun disampaikan 100% dalam bahasa Vietnam namun tetap mendapatkan standing applause dari para penonton asing. Tak ketinggalan keriuhan suara klakson para pengendara sepeda motor di jalan-jalan kota Ha Noi sepanjang hari ikut menambah ramai perjalanan. Saat sore hari tiba, mari santai sejenak sambil menikmati es krim di tepi Danau Hoan Kiem seraya menanti hari berganti malam.
Tak jauh dari Vietnam, ada Kamboja. Apa yang terbayang di benak bila mendengar kata Kamboja? Khmer Merah dengan segala tindakannya yang kejam bukan? Beberapa orang mengasosiasikan Kamboja dengan kuil Angkor Watt yang terkenal tersebut. Ya... kedua hal tersebut cukup erat berkaitan dengan Kamboja. Tapi tak hanya ada kedua hal itu, ada juga The Royal Palace dan Phom Penh National Library yang layak dikunjungi.
Destinasi selanjutnya adalah Jerman, namun sebelum tiba di negara tersebut, Windy mengajak kita untuk singgah di Arlington, Virginia dan bertamu di rumah Aunty Fran tempat ia pertama kali merasakan salju di Virginia sekaligus tempat orang-orang yang membuatnya merasa bagian dari keluarga tersebut.
Frankurt Book Fair pun terdengar merdu di telinga. Bookworms mana tak tergoda setiap mendengar kata Book Fair??? Apalagi dengan support pemerintah Jerman terhadap acara tersebut cukup membuat para bookworms cemburu dan berharap agar pemerintah negeri ini melakukan hal yang sama terhadap Indonesia Book Fair. Jerman pun takkan sempurna tanpa Goethe, sang penulis kenamaan Jerman. Masih ada rumah aslinya yang tetap dipertahankan penerintah Jerman. untuk dikunjungi dan melakukan napak tilas atas hidup sang penulis. Atau mungkin bertandang ke Kastil Heidelberg, reruntuhan yang diklaim sebagai reruntuhan paling romantis di Jerman, bisa menjadi pilihan.
Sedikit beranjak dari Frankurt, Windy membawa kita ke Praha, The Heart of Europe. Tak lama berada di Praha, ia mengajak kita ke Swiss. Negara paling netral di dunia sekaligus tempat orang-orang kaya di seluruh dunia menyimpan kekayaannya di bank-bank Swiss. Uniknya, masyarakat Swiss sendiri cenderung menghindari pembicaraan tentang uang.
Masih sanggup melanjutkan perjalanan??? Jika iya, Windy akan membawa kita berburu Luis Vuitton di Paris, jalan-jalan di Red Light District di Belanda, dan transit sebentar di Chicago untuk bertemu dengan seorang perempuan tua yang cukup banyak makan asam garam kehidupan dan mendengarkan petuah bijaknya tentang rumah di sebuah restoran China di bandara Chicago pada malam menjelang pagi.
"Home is a place where you feel more comfortable. Home is place where you can be and find yourself. Home is a place where you can find your love." (p. 349 - 350)
^^^^^^^^^
Buku ini cukup sarat dengan tips-tips perjalanan maupun tempat-tempat yang wajib atau pantas dikunjungi bila berada di negara atau daerah tersebut. Yang membedakan buku ini dari buku traveling lainnya cukup jelas. Windy menyelipkan kisah dan renungannya dalam setiap perjalanan yang ia lalui. Covernya cukup sederhana, selembar daun maple yang berwarna-warni di musim gugur, tapi tak mengurangi keindahan bukunya. Bookmark-nya pun unik. Sebuah boarding pass life traveler. Ilustrasi-ilustrasi di dalamnya pun menarik perhatian saya. Lukisan-lukisan cat air yang menggambarkan tempat atau kegiatan yang sedang berlangsung terasa lebih mengena dibandingkan hasil jepretan kamera.
Penulis : Windy Ariestanty
Penerbit : Gagas Media
Halaman : 381
Kategori : Travelogue
ISBN : 9879797804442
Oh... buku ini selesai (juga) diatas kabin Boeing 737-400 yang membawa saya menuju Ternate, beberapa menit sebelum pilot mengumumkan akan segera mendarat di Bandara Sultan Baabulah Ternate. Kesimpulan dari buku ini adalah... buku ini teman seperjalanan yang menyenangkan bagi saya... dan saya iri tingkat tinggi melihat Windy yang sudah begitu banyak menjelajahi berbagai tempat di dunia ini... Ingin rasanya ikut pada petualangannya yang lain.
PS : gambar-gambar di atas kerjaan dari seorang teman yang penasaran pada tempat-tempat yang ada di dalam buku ini dan bertanya pada mbah Gugel tentang tenpat-tenpat tersebut. Dan itulah hasil kerjaannya . Des... gambar-gambarmu merusak postinganku....
aku juga suka buku ini mb, quotenya banyak, penuh makna :)
BalasHapusiya... buku ini penuh quotes dan penuh makna... Posting dimana sih Sulis??? pengen baca reviewnya Sulis...
Hapusah jadi keidean nih. aku jg punya buku ini di timbunan. Baca waktu traveling ah. Hehehe :) tengkyu buat ide cemerlangnya put :D
BalasHapusHehehe.... Aku milih buku ini jadi bacaan selama perjalanan salah satu alasannya selain karena tebal (nunggu transit Jakarta - Medan dan Jakarta - Ternate yang sampai 5 jam pasti perlu bacaan yang tebal) juga karena rasaku nggak pas baca buku traveling di rumah. Rasanya nggak dapet aja feel-nya...
HapusDitunggu cerita traveling dan reviewnya mbak... ;)
Ini salah buku yang masuk daftar buku yang akan saya beli. makasih ya atas review-nya
BalasHapusAyo mbak dibeli bukunya... Bagus loh... *promosi tak terselubung dan tidak dibayar*
HapusTerima kasih juga udah berkunjung ke blog saya...;)
pengin ke Praha, pengen ke book fair, pengen ke semua tempat yang diceritakan Windy...!!!!
BalasHapus*pasang mantra biar dapet undian jalan2 ke luar negeri*
Aku juga Rie... pengen dateng ke semua tempat yang diceritain Windy. Oh... entar kalau menang undian, ajak aku ya Rie... ;)
Hapuswaaaaw pecinta buku nih.......
BalasHapus