Penulis : Luigi Pralangga
Penerbit : Qanita, November 2011
Tebal : 332 halaman
Genre : Memoar
ISBN : 978-979-9225-13-6
Lokasi Cerita : Liberia
Awalnya saya berpikir jika buku ini adalah buku travelling tak ubahnya seperti buku travelling yang belakangan ini sedang booming. Tapi ternyata buku ini bercerita tentang perjalanan Luigi menjadi anggota UN peacekeeper. Iya, saya memang tak membaca tagline-nya "One Peacekeeper, A Thousand Andventures".
Keterlibatan Luigi Pralangga sebagai UN peacekeeper diawali dengan mimpinya untuk bisa ke Kanada. Meski pada akhirnya ia justru pergi mengadu nasib ke New York, setidaknya New York selangkah lebih dekat dengan Kanada. Di New York, ia sering lalu lalang di depan gedung markas besar PBB dan mulai bermimpi untuk bisa berkantor di gedung itu. Akhirnya lewat serangkaian test ia berhasil bekerja disana pada tahun 2000. Hingga kemudian Luigi ditawari untuk ikut dalam misi pemeriksaan senjata PBB di Irak pada 2003 silam.
Perjalanannya tak hanya berhenti di Irak. Setelah memutuskan untuk bergabung menjadi field service staff dibawah naungan UN-DPKO (Departement of Peacekeeping & Operations), Liberia menjadi pemberhentian Luigi selanjutnya. Ia tergabung dalam UNMIL, United Nations Missions in Liberia.
Pengalamannya di Liberia-lah yang menjadi fokus cerita dalam buku ini. Dimulai dari saat pertama ia menginjakkan kaki di Roberts International Airport dan mendapati kalau suara orang Liberia terdengar seperti orang yang menelan toa masjid. Full power. Atau saat ia mengikuti briefing soal HIV/AIDS dengan seorang kolonel perempuan yang dalam buku ini dipanggil Mamak Joyce.
Sebagaimana lazimnya perang yang selalu saja menyisakan kerugian besar, Liberia pun mengalaminya. Ekonomi yang carut-marut yang berujung pada timbulnya kasus-kasus kriminal yang banyak terjadi pasca perang. Para penduduk sipil yang sewaktu perang direkrut paksa menjadi tentara pihak yang bertikai dan setelah perang usai mereka pun bingung bagaimana melanjutkan hidup karena sebagian besar hidup mereka habis oleh perang dan saat perang mulai bergejolak mereka baru berusia remaja atau anak-anak. Anak-anak yang tumbuh tanpa jaminan kesehatan dan penghidupan yang layak bahkan tak punya akte kelahiran yang merupakan hak asasi dasar mereka.
Tak cuma urusan menjadi seorang peacekeeper, Luigi juga bercerita tentang hal yang selalu dialami oleh para perantau. Homesick. Rindu rumah. Kangen keluarga. Ya... selalu ada cerita tentang rindu dalam setiap cerita yang dituturkan para perantau. Cerita tentang Ramadhan yang harus dilalui sendiri dengan kebiasaan-kebiasaan yang tak sama dengan di rumah. Cerita tentang perbedaan waktu yang punya dampak besar, seperti timbulnya telepon-telepon yang sering tak tepat waktu. Disana matahari sudah bersinar terang sementara disini masih terlalu malam untuk menerima telepon.
Ada pengetahuan baru yang saya dapati dalam buku ini. Tentu saja tentang peacekeeping dan peacekeeper. Salah satunya ternyata tak hanya personel militer yang bisa terlibat didalamnya tapi juga warga sipil seperti Luigi. Tulisan dalam buku ini dicetak berwarna biru menjadi penegasan jika UN peacekeeper juga dikenal sebagai Blue Helmets atau Blue Berets, atau Baret Biru, merujuk pada helm yang mereka gunakan. Sayang foto-fotonya juga ikutan dicetak dalam warna yang sama. Beberapa foto jadi tidak kelihatan gambarnya. Akan lebih bagus jika dicetak hitam putih saja.
Trivia:
UN Peacekeeping memiliki tugas untuk membantu negara-negara yang mengalami konflik baik internal maupun eksternal agar tetap dalam kondisi damai. Peacekeeper (kita lebih mengenalnya dengan Pasukan Penjaga Perdamaian PBB) terdiri dari personel militer seperti tentara dan polisi juga warga sipil, dimana mereka bertugas memantau dan mengawasi jalannya proses perdamaian di daerah konflik. Para UN peacekeeper ini ternyata memiliki hari peringatan berdirinya mereka atau yang lebih dikenal dengan International Day of United Nations Peackeepers yang jatuh setiap tanggal 29 Mei.
Sebagaimana diketahui, UN tidak memiliki kekuatan militer sendiri, para UN peackeeper berasal dari berbagai negara anggota UN. Karena berasal dari banyak negara menyebabkan UN peacekeeper menjadi unik karena masing-masing negara memiliki adat istiadat, kebiasaan, jati diri bangsa yang berbeda. Hingga saat ini terdapat 114 negara yang mengirimkan para tentara atau polisi untuk menjadi UN peacekeeper. Indonesia termasuk dalam 114 negara tersebut.
UN peackeeper yang berasal dari Indonesia biasa dikenal dengan nama Kontingen Garuda atau KONGA. Dan ternyata Indonesia sudah cukup lama berpartisipasi menjadi bagian dari UN peacekeeper. Kontingen Garuda I dikirim pada tahun 1957 dan masih berlanjut hingga saat ini. Wilayah penempatan Kontigen Garuda pun tersebar di berbagai negara seperti Kongo, Vietnam, Namibia, Kamboja, Somalia, Bosnia, Liberia, Sudan, Georgia, Mozambik, Filipina, Tajikistan, Sierra Leone, Timur Tengah seperti Libanon, Mesir, Irak, Iran, Kuwait.
Luigi sendiri juga aktif dalam menyebarkan informasi tentang UN peackeeper. Salah satunya melalui situs pralangga.org yang sayangnya saya mengalami kesulitan saat mengakses page "About Us". Berkali-kali gagal, mungkin karena sinyal didaerah saya yang cukup makan hati. Sedangkan kisah Luigi lainnya bisa dibaca di pralangga.blogspot.com atau bisa juga mengikuti kicauannya di @pralangga.
Sumber :
1. https://www.un.org/en/peacekeeping/about/2. http://www.pkc-indonesia.com/
@Halmahera,
20032013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kamu datang. Kamu baca. Kamu komentar. Iya kan? :)