Jumat, 30 Januari 2015

Opini Bareng : Ekspektasi


Ekspektasi secara singkat memiliki arti harapan terhadap sesuatu hal yang dianggap akan mampu membawa dampak yang baik atau lebih baik. Jika menyangkut urusan buku, ekspektasi berarti harapan terhadap suatu buku yang dibaca akan lebih baik dari pada buku yang terdahulu. Atau ya minimal perasaan saat membaca buku tersebut akan sama seperti yang orang lain katakan.

Secara pribadi sebenarnya saya lebih suka untuk tidak berekspektasi apa pun terhadap apa pun yang saya baca. Karena jika nanti yang terjadi diluar ekspektasi saya maka ujung-ujungnya saya jadi malas melanjutkan bacaan tersebut. 

Dari mana biasanya saya mendapatkan sebuah ekspektasi terhadap buku :

  1. Cover. Tidak bisa dipungkiri, cover adalah hal pertama yang paling menarik perhatian ketika melihat sebuah buku yang dipajang deretan rak sebuah toko buku. Dan.. ada banyak pembaca yang berprinsip "judge a book by it's cover". Saya mengalami hal ini. Ketika membaca Lover Eternal - J.R. Ward saya kaget kalau ternyata itu adalah buku kedua dari serial Black Dagger Brotherhood. Dan yang lebih mengagetkan lagi adalah ketika saya mencari buku pertamanya, sebenarnya saya sudah sering saya lihat di toko buku. Hanya saya saya enggan mengambilnya karena di cover buku paranormal romance tersebut malah menggambarkan sosok vampir seksi tapi nggak bling-bling itu layaknya sosok mafia.
  2. Sinopsis. Sinopsis adalah elemen penting dari sebuah buku. Karena sinopsis merangkum buku tersebut dalam beberapa baris paragraf. Sayangnya beberapa penerbit justru tak menampilkan sinopsis di belakang sampul bukunya atau malah menampilkan sinopsis yang jauh berbeda dengan isi buku. Untuk yang satu ini, buku-buku terbitan sebuah penerbit major di Indonesia, ketika membeli bukunya saya sudah tak memandang lagi sinopsisnya karena sering berbeda jauh dengan isi cerita #iykwim
  3. Nama Penulis. Setiap bookworm pasti punya penulis favorit. Dan hal ini pula yang menjadikan buku dari penulis tersebut menjadi autobuy atau dibeli karena memang pembaca sangat menyenangi gaya si penulis. Meski kadang yang terjadi ternyata buku baru si penulis malah mengecewakan si pembaca. Buat saya penulis yang otomatis saya beli bukunya adalah J.D. Robb dan Catherine Anderson. Untuk J.D. Robb saya hingga saat ini tak punya keluhan apa pun kecuali waktu terbit buku terjemahan yang sangat lama. Sementara untuk Catherine Anderson, saya sedikit kecewa bukan pada gaya menulis atau isi cerita melainkan pada terjemahan. Beberapa buku terjemahan Catherine Anderson saya rasakan seperti membaca terjemahan ala Google Translate. 
  4. Review atau Rekomendasi Pembaca Lain. Dengan era teknologi online sekarang ini cukup mudah mengakses review terhadap suatu buku hanya melalui situs Goodreads. Atau membaca endorse sebuah buku yang biasanya terletak dibelakang sampul buku. Lagi-lagi nggak bisa disalahkan kalau ada banyak (banget) pembaca yang membaca sebuah buku hanya dari review atau rekomendasi dari orang lain. Buat yang satu ini sih... saya sering membeli buku berdasarkan apa kata orang, eh ternyata setelah dibaca saya kecewa dengan isi bukunya. Sekarang saya hanya mau membaca buku rekomendasi orang lain hanya kalau saya memang tahu bagaimana selera orang tersebut. Kalau selera kita sama ya bisa jadi bahan pertimbangan. 
Nah.. itu dia asal-usul ekspektasi saya terhadap sebuah buku. Seperti juga memandang segala hal dalam hidup, sebaiknya membaca pun tak perlu berekspektasi apa pun apalagi berekspektasi tinggi. Nanti ya.. ujung-ujungnya bisa kecewa kalau ekspektasinya diluar dugaan. Kita sebagai pembaca malah tak bisa menikmati sebuah bacaan.


@ Medan
30012015

2 komentar:

  1. Paling bete kalo sinopsisnya kayak puisi. Amannya sih buka gudrid trus baca review orang dulu.
    Ohya, selain 4 diatas, rating di gudrid juga bikin saya kadang berekspetasi tinggi :)

    BalasHapus
  2. Hahahaha... sama mbak. Aku juga bete kalo sinopsisnya kayak puisi.

    BalasHapus

Kamu datang. Kamu baca. Kamu komentar. Iya kan? :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...