Saya ini tipe pembaca yang membaca buku tergantung suasana hati. Bukan soal genre yang dibaca. Tapi lebih cenderung ke waktu membaca. Jika suasana hati saya sedang ini membaca. maka saya bakal terus-menerus membaca. Berhenti hanya ketika "panggilan hidup" memanggil. Seperti makan, ngantuk yang tak sanggup lagi ditahan, kerjaan yang tak bisa ditunda lagi.
Jika sedang tidak mood maka saya hanya membaca ulang buku-buku yang saya inginkan. Biasanya sih buku-buku favorit. Itu pun tidak dari halaman pertama melainkan bagian-bagian tertentu saja yang saya sukai. Hal itu tentu membawa efek bagi saya. Tidak bicara masalah mata yang perih karena kurang tidur atau karena lelah akibat kebanyakan memandangi ereader atau tulisan dibuku. Efek itu adalah bertambahnya timbunan buku yang menunggu untuk direview >.<
Ketika ada waktu luang untuk mengerjakan review-review itu, yang muncul biasanya justru rasa malas karena melihat gunungan timbunan itu. Menulis review bagi saya berarti saya harus mengingat kembali jalan cerita yang terdapat di buku yang akan direview. Dan itu artinya saya harus membuka kembali bukunya karena biasanya ada bagian-bagian atau kutipan-kutipan favorit yang sempat saya highlight atau ditempeli post it. Kalau untuk jalan cerita secara garis besar biasanya masih bisa diingat. Tapi hal-hal kecil seperti yang saya sebutkan diatas yang luput dari ingatan.
Tapi.... sekarang saya sudah menemukan solusi untuk kemalasan saya membuka kembali buku yang telah dibaca namun belum sempat direview itu. Solusi ini saya sadari butuh niat dan kemauan kuat dari diri sendiri. Apa itu solusinya?
meski gak seperti ini tapi yah mirip seperti ini #apaancoba |
Oke... jadi saya selalu membawa notes dan pena (iya, saya saat ini lebih familiar dengan kata 'pena' dibandingkan 'pulpen'). Tau kan notes? Itu loh, buku kecil yang sering dibawa-bawa mahasiswa untuk mencatat bahan kuliah kalau seandainya dia malas membawa buku yang lebih besar. Setiap selesai membaca satu buku saya langsung menulis review di notes tersebut. Notes dan pena tersebut saya bawa dimana pun saya membaca. Termasuk ke kantor dan ke tempat baca favorit yaitu tempat tidur.
Kenapa harus notes? Well... jika dikertas selembar, kemungkinan tercecernya lebih besar lagi. Bisa-bisa malah terlupakan dan terbuang ke tong sampah. Notes bisa dimasukkan ke dalam tas. Dan yang paling penting, bisa digunakan untuk menulis dimana saja dan kapan saja. Tidak perlu menunggu berhadapan dengan laptop atau PC, tidak khawatir kehabisan baterei (kecuali kehabisan kertas atau kehabisan tinta). Menulis di notes juga tidak harus menggunakan meja. Buku juga bisa dijadikan alas.
Mengerjakan review jadi tidak butuh waktu khusus. Bisa dilakukan disela-sela aktifitas, misalnya disela-sela makan, sedang tak terlalu ribet dikantor. Sejauh ini sih saya sudah mengerjakannya diatas feri penyebrangan, diruang tunggu bandara, dan disela-sela jam kantor.
Menulis review di notes juga tidak perlu lengkap. Hanya apa saja yang terlintas dipikran saat selesai membaca buku. Misal tokoh yang paling ingin diceburin ke laut saking menyebalkannya. Atau perasaan simpati pada tokoh yang jalan hidupnya paling menyedihkan. Atau yang lain deh. Pokoknya yang dirasakan selesai membaca buku. Ketika nanti telah berada di depan laptop dan siap untuk menulis review, saat itulah letak kalimat, pemakaian kata disusun kembali serta menambah informasi lain yang ingin ditambahkan.
Ribet banget yah kesannya? Ya memang sih. Capek juga iya. Khususnya bagi orang-orang yang saat ini sudah tak terbiasa menulis tangan. Tapi bagi saya hal itu sepadan kok. Buku yang saya baca tuntas saya review, dan tak muncul timbunan baru untuk direview. Tertarik ingin mencobanya?
Share juga ya bagaimana pengalamanmu menulis review...
sumber gambar
@ Halmahera
17052013
wah, ide yang bagus ni Mbak.. Bisa dicoba. Saya sering banget moody kalau nulis review, kalau pas semangat bisa lebih dari satu review langsung selesai ditulis...Kalau nggak, bisa kosong berminggu2 tu blog-nya. hehe...
BalasHapus*toss-an sama yang komen di atas*
Hapus