Judul : Harry Potter and The Deadly Hallows
Sub Judul : Harry Potter dan Relikui Kematian
Serial : Harry Potter #7
Penulis : J.K. Rowling
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Januari 2008
Tebal : 1008 halaman
Genre : Children Literature, Fantasy
ISBN : 9789792233483
Review
Sub Judul : Harry Potter dan Relikui Kematian
Serial : Harry Potter #7
Penulis : J.K. Rowling
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Januari 2008
Tebal : 1008 halaman
Genre : Children Literature, Fantasy
ISBN : 9789792233483
Review
Seri penutup dari serangkaian cerita si penyihir cilik yang kini telah beranjak dewasa di sekolah sihir Hogwarts.
Harry memutuskan unutk meninggalkan tahun terakhirnya di Hogwarts dengan alasan ingin mencari horcrux yang diwasiatkan Dumbledore sebelum meninggal. Setelah sempat berselisih paham dengan dua sahabatnya, menghadiri pernikahan Bill dan Fleur, serta merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas, Harry berangkat mencari horcrux bersama Ron dan Hermione.
Perjalanan itu tak hanya tentang mencari horcrux dan menyelamatkan dunia dari cengkraman jahat Voldemort, tapi juga tentang menyelamatkan diri sendiri dan sahabat dari para Snatcher yang bertugas mendata jati diri para penyihir keturunan muggle, dan tentu karena saat ini Harry menjadi buronan nomer 1 Kementrian Sihir yang sudah dikuasai Voldemort. Perjalanan itu juga tentang memahami diri sendiri serta menjalin persahabatan yang lebih erat lagi.
Alur cerita bahkan ending cerita Harry Potter sudah bukan rahasia lagi. Filmnya sudah bertutur banyak bagi mereka yang malas membaca bukunya. Tapi tentu ada perbedaan besar antara buku dan film. Buku membuat pembaca berimajinasi seluas-luasnya sementara imajinasi sutradara, penulis skenario terbatas biaya produksi. Belum lagi point-point penting yang terkadang lupa disampaikan penulis skenario. Begitu juga yang terjadi dengan buku ini.
Salah satu hal yang termasuk mengganggu saya adalah bagian cerita 19 tahun kemudian. Satu-satunya psangan yang pantas untuk menjadi sosok orangtua adalah Ron (Rupert Grint) dan Hermione (Emma Watson). Perut Rupert yang sedikit buncit membuatnya tampil kebapakan, sementara Emma bisa tampil bersahaja yang membuatnya terlihat keibuan. Sedangkan para aktor-aktris lainnya.... Daniel Radcliffe (Harry Potter), Bonnie Wright (Ginny Weasley) dan Tom Felton (Draco Malfoy) tampil dengan gaya remaja yang didandani menjadi orangtua. Gak pantes banget --"
Tetapi baik di buku maupun di film adegan yang paling membuat nyesek tentu saja ketika Dumbledore bersama Severus Snape. Semua pasti setuju itu adalah momen paling mengharubirukan perasaan di serial Harry Potter, setidaknya di seri terakhir. Adegan itu juga membuktikan kepiawaian J.K. Rowling dalam menulis karena dia berhasil menampilkan adegan fenomenal dengan sedikit kalimat.
Serial ini memang menjadi serial penutup Harry Potter, namun tidak bagi saya karena saya masih punya janji pribadi untuk mereview dua seri yang lain yaitu The Goblet Of Fire dan. Yang pasti serial ini memang sukses menyihir pembaca dari segala usia. Bahkan untuk pembaca yang membacanya untuk yang kesekian kalinya serial ini tetap memesona. Seperti yang saya rasakan.
@ Halmahera
15072013
***
Alur cerita bahkan ending cerita Harry Potter sudah bukan rahasia lagi. Filmnya sudah bertutur banyak bagi mereka yang malas membaca bukunya. Tapi tentu ada perbedaan besar antara buku dan film. Buku membuat pembaca berimajinasi seluas-luasnya sementara imajinasi sutradara, penulis skenario terbatas biaya produksi. Belum lagi point-point penting yang terkadang lupa disampaikan penulis skenario. Begitu juga yang terjadi dengan buku ini.
Salah satu hal yang termasuk mengganggu saya adalah bagian cerita 19 tahun kemudian. Satu-satunya psangan yang pantas untuk menjadi sosok orangtua adalah Ron (Rupert Grint) dan Hermione (Emma Watson). Perut Rupert yang sedikit buncit membuatnya tampil kebapakan, sementara Emma bisa tampil bersahaja yang membuatnya terlihat keibuan. Sedangkan para aktor-aktris lainnya.... Daniel Radcliffe (Harry Potter), Bonnie Wright (Ginny Weasley) dan Tom Felton (Draco Malfoy) tampil dengan gaya remaja yang didandani menjadi orangtua. Gak pantes banget --"
Tetapi baik di buku maupun di film adegan yang paling membuat nyesek tentu saja ketika Dumbledore bersama Severus Snape. Semua pasti setuju itu adalah momen paling mengharubirukan perasaan di serial Harry Potter, setidaknya di seri terakhir. Adegan itu juga membuktikan kepiawaian J.K. Rowling dalam menulis karena dia berhasil menampilkan adegan fenomenal dengan sedikit kalimat.
"After all this time?"
"Always," said Snape.
Serial ini memang menjadi serial penutup Harry Potter, namun tidak bagi saya karena saya masih punya janji pribadi untuk mereview dua seri yang lain yaitu The Goblet Of Fire dan. Yang pasti serial ini memang sukses menyihir pembaca dari segala usia. Bahkan untuk pembaca yang membacanya untuk yang kesekian kalinya serial ini tetap memesona. Seperti yang saya rasakan.
@ Halmahera
15072013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kamu datang. Kamu baca. Kamu komentar. Iya kan? :)